EKSEMPLAR.COM, Semarang – Universitas Diponegoro (Undip) menyatakan kesiapannya untuk memberikan bantuan hukum kepada tiga tersangka dalam kasus kematian dokter Aulia Risma, seorang mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi.
Langkah ini diambil guna memastikan keadilan berdasarkan fakta dan proses hukum yang berlaku.
Ketiga tersangka tersebut adalah Kaprodi PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undip berinisial TE, Kepala Staf Medis Kependidikan Prodi Anestesiologi berinisial SM, dan seorang mahasiswa senior berinisial Z.
Juru bicara sekaligus kuasa hukum Undip, Kaerul Anwar, menyatakan bahwa bantuan hukum diberikan demi memastikan tidak ada pihak yang dirugikan secara sepihak.
"Undip akan memberikan bantuan hukum, dengan harapan mendapatkan keadilan berdasarkan kebenaran, bukan berdasarkan kepentingan pihak tertentu," ungkap Kaerul pada Jumat (27/12/2024).
Meskipun terjerat hukum, ketiga tersangka masih menjalankan aktivitas mereka seperti biasa. TE dan SM tetap bertugas sesuai fungsi mereka, sementara Z tetap melanjutkan proses pembelajaran di universitas.
Asas Praduga Tidak Bersalah
Kaerul menegaskan bahwa Universitas Diponegoro tetap menghormati asas praduga tidak bersalah. Pihaknya juga mendukung sepenuhnya proses hukum yang saat ini sudah memasuki tahap pro yustisia.
"Karena kasus ini sudah masuk tahap pro yustisia, Undip akan menghormati proses hukumnya," tambah Kaerul.
Ketiga tersangka dikenakan pasal-pasal berat, yakni Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan, Pasal 378 KUHP tentang Tindak Pidana Penipuan, dan Pasal 355 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara. Hingga kini, mereka belum ditahan oleh pihak berwenang.
Peran Tersangka dalam Kasus Aulia Risma
Berdasarkan hasil penyelidikan, ketiga tersangka diduga memiliki peran berbeda dalam kasus ini.
TE, sebagai salah satu pengampu akademik, dituduh memanfaatkan posisinya untuk meminta uang di luar ketentuan akademik dan ikut menikmati hasilnya.
SM, yang juga memiliki peran administratif, meminta uang langsung kepada korban yang bertugas sebagai bendahara.
Sementara itu, Z, sebagai mahasiswa senior, diduga aktif memberikan tekanan psikologis dengan doktrin dan makian terhadap junior, termasuk korban.
Kasus kematian dokter Aulia Risma ini telah menyita perhatian publik, khususnya di kalangan dunia pendidikan dan kesehatan.***