Cirebon, Eksemplar.com – Keraton Kasepuhan Cirebon menghadirkan destinasi wisata baru yang menggabungkan teknologi canggih dan pengalaman edukasi sejarah melalui Museum Cave Artificial Intelligence (AI).
Museum ini menawarkan konsep interaktif dengan dukungan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan visualisasi canggih, sehingga pengunjung dapat menikmati dan mempelajari sejarah Cirebon dengan cara yang lebih menarik dan mudah dipahami.
Museum Cave AI adalah hasil kolaborasi antara Keraton Kasepuhan dengan Telkom University dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Pangeran Raja Muhammad Nusantara, Patin Anom Keraton Kasepuhan, menjelaskan bahwa teknologi AI memungkinkan informasi sejarah disajikan secara lebih interaktif dan imersif.
“Museum ini memungkinkan pengunjung untuk memahami sejarah Cirebon dengan cara yang lebih menarik,” ujarnya.
Tak hanya menampilkan koleksi sejarah, Museum Cave AI juga memberikan pengalaman yang mengedukasi melalui film pendek yang merekonstruksi tokoh bersejarah, seperti Sultan Matangaji.
Teknologi deep learning diterapkan untuk menciptakan ilustrasi wajah Sultan Matangaji secara akurat, memanfaatkan data visual dan dokumen sejarah yang tersedia.
Pangeran Raja Muhammad Nusantara menambahkan, “Proses rekonstruksi ini melalui tahapan verifikasi dan pengkajian yang mendalam guna memastikan akurasi sejarah yang ditampilkan.”
Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf, Hariyanto, menyambut baik inovasi ini dan menyebutnya sebagai langkah positif untuk meningkatkan daya tarik wisata sejarah.
“Museum berbasis teknologi ini adalah contoh konkret bagaimana destinasi budaya dapat diperkaya dengan teknologi modern untuk pengalaman yang berbeda. Selain sebagai sarana edukasi, ini juga mengenalkan pengunjung pada teknologi informasi, khususnya AI,” jelasnya.
Dengan Museum Cave AI, Keraton Kasepuhan berharap dapat memberikan nilai tambah pada pengalaman wisatawan yang datang ke Cirebon.
Kehadiran museum ini tidak hanya mendukung sektor pariwisata di Cirebon, tetapi juga menunjukkan potensi besar dari penerapan teknologi dalam mempromosikan sejarah dan budaya lokal.***