Foto : CNN |
EKSEMPLAR.COM - Rafah, kota Palestina di Jalur Gaza selatan, menjadi sorotan dunia setelah mengalami serangkaian serangan mematikan oleh pasukan Israel.
Pada Selasa (28/5/2024), Israel menyerang kamp pengungsi Al Mawasi di sebelah barat Rafah, menewaskan sedikitnya 21 orang, termasuk 12 perempuan.
Serangan ini hanya berselang dua hari setelah Israel membombardir Rafah lewat serangan udara pada Minggu (26/5/2024), yang menewaskan sedikitnya 45 orang.
Militer Israel membantah terlibat dalam serangan terhadap kamp pengungsi Al Mawasi. Namun, serangan terhadap Jalur Gaza dan wilayah Palestina lainnya telah berlangsung sejak Oktober 2023.
Serangan ini disebut sebagai balasan terhadap tindakan kelompok Hamas yang menginfiltrasi dan menyandera warga Israel pada 7 Oktober 2023.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa hingga Rabu (29/5/2024), sebanyak 36.171 warga Palestina tewas dan 81.420 lainnya terluka akibat serangan Israel.
Dari jumlah tersebut, 75 orang tewas dalam 24 jam terakhir dan 284 lainnya terluka.
Mahkamah Internasional (ICJ) pada 24 Mei 2024 telah memerintahkan Israel untuk menghentikan serangannya di Rafah dan menarik diri dari daerah tersebut.
Namun, Israel tidak mengindahkan perintah ini. Serangan pada Minggu (26/5/2024) yang menewaskan 45 orang disebut sebagai pelanggaran terhadap perintah ICJ.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengklaim bahwa tewasnya warga sipil adalah "kecelakaan tragis" dan menyatakan bahwa ia tidak berniat menghentikan serangan sebelum semua tujuan tercapai.
Tim pemeriksa fakta Al Jazeera mengidentifikasi bahwa bom yang digunakan Israel dalam serangan udara di Rafah pada Minggu adalah bom berdiameter kecil GBU-39/B yang dibuat oleh pabrikan Amerika Serikat, Boeing.
Meskipun bom ini dipandu secara presisi, namun tidak selalu akurat, dengan tingkat ketepatan hanya mencapai 80 hingga 90 persen. Hal ini menimbulkan risiko besar bagi warga sipil di daerah padat penduduk seperti Rafah.
Laporan dari Bulan Sabit Merah Palestina menyatakan bahwa serangan udara Israel menargetkan tenda-tenda pengungsi dekat fasilitas PBB di Tal al-Sultan, sekitar 2 km di sebelah barat laut pusat kota Rafah.
Sementara itu, Medecins Sans Frontieres (MSF) melaporkan bahwa mereka menerima sedikitnya 28 korban tewas dan merawat 180 warga Palestina yang terluka.
MSF mengkritik keras serangan ini sebagai bentuk pengabaian terhadap kehidupan warga sipil.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan bahwa serangan terhadap Rafah adalah tindakan untuk mencapai tujuan strategis Israel.
Ia menyatakan bahwa IDF telah berusaha sebaik mungkin untuk melindungi warga sipil.
Namun, laporan di lapangan dan kritik dari berbagai pihak menunjukkan bahwa upaya ini tidak cukup untuk mencegah jatuhnya korban jiwa yang signifikan di kalangan warga sipil.
Situasi di Rafah terus memanas, dengan korban jiwa yang terus bertambah dan pelanggaran hak asasi manusia yang mengundang kecaman internasional.
Dunia kini menanti langkah selanjutnya dari komunitas internasional dalam menangani konflik yang berkepanjangan ini dan mencari jalan menuju perdamaian di Jalur Gaza.***